Dear, Fafa…

Dear, Fafa…

Tidak terasa, sudah sepuluh tahun Fafa membersamai Bunda dan Ayah, menjadikan hidup kami penuh warna: canda, tawa, air mata, harapan, dan doa…

Rasanya, baru kemarin. Bunda mendengar tangismu pertama kali. Bunda menimangmu, menidurkanmu dalam buaian. Atau kita begadang bersama, Fafa menemani Bunda menyelesaikan setiap pekerjaan rumah, juga tugas-tugas kuliah…

Rasanya…baru kemarin. Bunda mengajari Fafa berbicara, mengajari Fafa berjalan, mengajari Fafa mengaji dan membaca, mengajari Fafa memegang pensil, dan Fafa menghiasi tembok rumah kita dengan coretan-coretan yang “indah”…

Dan sekarang, Fafa sudah semakin besar. Maa syaa Allaah. Semoga Allah memberikanmu kemudahan dalam mencapai segala cita-citamu, Nak…

Dear, Fafa…

Terima kasih. Terima kasih telah mengajarkan Bunda banyak hal. Fafa adalah guru bagi Bunda dan Ayah. Fafa mengajarkan Bunda dan Ayah bagaimana menjadi orang tua pertama kali.

Terima kasih sudah menjadi anak yang baik untuk Bunda dan Ayah. Terima kasih, atas setiap maaf dan pengertian yang Fafa berikan untuk Bunda, karena begitu banyaknya kekurangan Bunda sebagai seorang ibu untuk Fafa dan juga Adik.

Terima kasih, karena Fafa masih mau terus belajar bersama Bunda dan Ayah. Terima kasih, karena Fafa masih mau berjuang, meskipun Bunda sering kali membuat Fafa menangis karena omelan Bunda. Terima kasih, karena Fafa tidak menyerah, terus maju untuk membanggakan Bunda dan Ayah…

Dear, Fafa…

Maafkan karena selama ini Bunda masih sering marah-marah dan mengomel. Tidak jarang, Fafa menangis karenanya.

Bunda tahu, cinta tidak bisa diungkapkan dengan kemarahan…Tidak, Nak. Tidak benar memang, bila ada seorang ibu yang mengatakan bahwa “Ibu memarahimu karena Ibu mencintaimu”. Karena cinta dan marah adalah dua hal yang bertentangan.

Tapi, ketahuilah, Nak…
Bunda mencintaimu, dengan kata yang tiada lagi bisa dilukiskan…
Namun, meski Bunda mencintaimu, bukan berarti Bunda tidak bisa atau tidak boleh marah. Karena terkadang Bunda harus menegur saat Fafa berbuat salah, terkadang Bunda harus marah untuk menunjukkan bahwa Bunda kecewa dengan sikap Fafa yang salah.

Tapi, kemarahan Bunda tidaklah mengurangi kadar cinta Bunda pada Fafa. Karena Bunda adalah seorang ibu, yang telah digariskan untuk mencintai apa yang telah diamanahkan padanya. Saat Fafa melihat Bunda marah, bukan berarti Bunda tidak mencintai Fafa lagi. Bisa jadi, Bunda marah sesungguhnya karena Bundalah yang tidak bisa mengontrol emosi Bunda sendiri…

Maka maafkanlah Bunda, Anakku…
Maafkan karena Bunda bukanlah ibu yang sempurna untukmu…
Tapi, Bunda akan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik, yang Bunda bisa, untuk mempersiapkanmu menjadi manusia yang tangguh…manusia yang lebih baik lagi daripada Bunda dan Ayah…

Pesan Bunda untuk Fafa, gunakan dan atur waktumu dengan baik. Pergunakanlah untuk hal-hal yang membawa manfaat dan rida Allah. Setiap goresan kata, setiap cerita…semoga apa yang Fafa karyakan bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

Do’a Bunda dan Ayah selalu untuk Fafa…

Semoga Allah meringankan langkah Fafa untuk menuntut ilmu…

Semoga Allah senantiasa menjaga Fafa di jalan-Nya yang lurus…

Semoga Allah menjadikan Fafa sebagai bagian dari orang yang bisa memberikan manfaat bagi orang banyak, seperti nama yang telah Ayah sematkan untuk Fafa…Aamiin.






Love you, Nak. Always.

Bunda

Re-write on 07082020 (edited from Bunda’s letter for you in Facebook)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *